Pendekatan Psikologi
Pendekatan Psikologis pada karya sastra labih banyak
berhubungan dengan tokoh-tokohnya. Dalam pendekatan ini membicarakan bagaimana
tokoh tersebut, apakah benar secara psikologis. …baik sastra maupun psikologi
sama-sama membicarakan manusia… (Wiyatmi, 2006: 106). Pada karya sastra tokoh
yang dibicarakan adalah tokoh imajiner tetapi pada dunia nyata adalah tokoh
secara nyata (manusia), yang keduanya mempunyai kemiripan sifat.
Pendekatan Psikologis Sastra dalam kumpulan cerpen ini
terdapat pada tokoh-tokoh yang ada pada cerpen-cerpen di dalamnya. Tokoh-tokoh
pada cerpen ini mempunyai kecenderungan yang hampir sama. Secara psikologis
tokoh-tokoh pada cerpen-cerpen ini mempunyai kebenaran secara psikologis. Dalam
pendekatan ini juga dipertanyakan apakah cerita pada tokoh itu masuk akal apa
tidak serta keartistikan dalam karya tersebut. Tokoh dalam cerita ini berupa
tokoh imaji yang mempunyai kemiripan dengan tokoh nyata pada kehidupan
sehari-hari. Hal ini didukung oleh watak tokoh-tokohnya serta tingkah laku yang
ada di dalam cerita jika dihubungkan dengan dunia yang nyata. Pada
cerita-cerita ini tokoh yang berperan di dalamnya tidak didramatisir oleh
penulis. Ini benar secara psikologi, karena tokoh-tokoh tersebut tidak
berlebihan. Tokoh-tokoh tersebut yang dilihat dari segi psikologis ini menambah
kompleksitas pada cerita dengan berbagai macam karakter dan apa yang terjadi di
sana. Rectoverso ini mengandung beberapa fenomena yang
berkaitan dengan kejiwaan yang tampak dalam perilaku tokoh-tokohnya. Tokoh-tokoh pada Rectoverso ini lebih banyak mengalami
konflik batin. Secara psikologis tokoh-tokoh tersebut mengalami gangguan pada
jiwanya berupa tekanan ataupun hal-hal yang ada pada perasaannya karena konflik
dengan batinnya, antara lain kekhawatiran, kasih tak sampai, berharap-harap
cemas, dan juga bagaimana kerinduan itu.
Secara psikologis tokoh-tokohnya berlaku wajar seperti
halnya pada kehidupan. Terlihat pada cerpen yang berjudul Malaikat juga Tahu
yang menceritakan seorang autis yang biasa disebut Abang juga bisa menyukai
salah satu perempuan yang tinggal di kos-kosan di rumahnya. Mereka bersahabat
dan sering menghabiskan waktu bersama ketika malam minggu. Abang sering
melakukan kelakuan anehnya (bagi orang sekitarnya) dan itu merupakan kebiasaanya
seperti mengumpulkan sabun dan membangunkan orang-orang di pagi hari dengan
menggedor-gedor, melolong suaranya, dan juga beberapa tingkah anehnya. Ia juga
marah jika ada yang mengganggunya. Secara diam-diam ia menyukai perempuan itu
yang teryata ia adalah kekasih adiknya yang ada di luar negeri. Mereka selalu
ngobrol yang bagi orang lain aneh dengan persahabatan mereka. Hal tersebut akan
menyakitkannya. Ketika ia tahu hal tersebut (si perempuan tidak menemaninya
ketika malam minggu karena memilih pergi dengan adikya) si Abang sukanya
mengamuk dan Bunda lah bisa menaganinya.
Pada tokoh Abang terjadi kewajaran sikap secara
psikologis karena seorang yang autis juga mempunyai tingkah yang sedemikian
juga. Ia juga bisa jatuh cinta selayaknya orang-orang normal. Ini adalah
kebenaran secara psikologis watak seseorang dan kekopleksitasan cerita dengan
menghadirkan tokoh-tokoh tersebut. Tokoh ini digambarkan apa adanya. Seorang
yang gangguan jiwa memang bisa melakukan tindakan nekat tidak sepertri orang
normal. Seperti ketika Abang diganggu dengan diambil sabunya ia pergi dan
mengamuk pada toko yang menjual sabun yang sama. Terdapat pada halaman 19.
Pada tokoh Bunda, ia adalah sosok ibu yang sabar
menghadapi cobaan hidupnya. Anaknya ada yang meninggal ketika masih kecil, ada
yang autis (abang),dan anak bungsunya yang mencintai orang yang dicintai Abang
hingga membuat Abang tergoncang lagi. Pada kenyataan kehidupan masih ada
seorang ibu yang tetap mencintai anak-anaknya dalam keadaan apapun seperti pada
tokoh Bunda. Secara Psikologis ini wajar. Terlihat pada kutipan cerita berikut
ini.
“Bunda menangisi setiap malam Minggu tiba. Tidak
pakai air mata karena ia tidak punya cukup waktu. Ia menanggis cukup dalam
hati.” (Lestari, 2008: 20)
“Pada setiap penghujung malam Minggu, Bunda bersandar
kelelahan dengan bulir-bulir besar peluh membasahi wajah, anaknya yang berbadan
dua kali lebih besar tertidur memeluk kakinya erat-erat…” (Lestari, 2008: 20)
Pada tokoh perempuan kebenaran secara psikologis
terlihat jika ia lebih memilih tokoh adik Abang karena ia memilih orang yang
normal dalam hidupnya. Dalam hal ini pada kenyataan yang terjadi juga seperti
itu. Perempuan itu memilih orang yang bisa memberikan kebahagiaan lahir dan
batin baginya. Tidak ada pendramatisiran perilaku tokoh disini. Terlihat pada
kutipan berikut.
“Selepas berbicara dengan Bunda, mereka berbicara
berdua. Mereka sepakat untuk selama-lamanya pergi dari kehidupan rumah itu.
Tidak mungkin mereka terpenjara setiap minggu di sana.” (Lestari, 2008: 20)
Pada tokoh adik abang kebenaran secara psikologis
terlihat ketika mempertahankan orang yang ia cintai. Inilah yang benar-benar
terjadi dalam kehidupan. Ia tidak rela jika harus melepasnya meskipun untuk
kakaknya sendiri. Terlihat pada kutipan berikut.
“Dia akan segera tahu kalian berpacaran.”
“Mami lebih baik dia tahu sekarang daripada nanti
setelah kami menikah”
…
“Kami tidak mungkin sembunyi-sembunyi seumur hidup!”
Anak laki-lakinya setengah berseru. (Lestari, 2008:
19)
Selain pada cerita Malaikat
juga Tahu tokoh-tokoh yang ada pada cerita lainnya juga demikian. Pada Pada
cerita yang berjudul Firasat, tokoh aku yang jatuh hati dengan pemimpin
perkumpulannya bisa melakukan sesuatu yang berlebih untuik menarik perhatian. Pada
cerita ini ia membuat roti ketika perayaan satu tahun ia bergabung dengan klub
tersebut serta membawakan roti untuk pemimpin klub itu. Terdapat pada halaman
95. Hal ini biasa terjadi dalam kehidupan kita. Begitu pula dengan indera
keenam atau firasat-firasat yang ada pada seseorang. Secara psikologis ini ada
dan terjadi pada seseorang hingga ia mempunyai kekhawatiran yang besar hingga
membuatnya ketakutan. Pada tokoh aku memgalami kejadian ini. Pada cerita ini ia
khawatir dengan firasat yang akan terjadi pada pemimpin klut itu hal ini dikarenakan
ia memiliki rasa dengannya.
Pembaca dapat
menyelami kisah-kisah pada kumpulan cerpen ini dengan merasakan apa yang
terjadi pada tokoh-tokoh tersebut. Pembaca mendapatkan pengalaman-pengalaman
kehidupan.
Kumpulan cerpen
yang berjudul Rectoverso ini mempunyai kemutakhiran baik berupa cerita,
cara penceritaan, tema-tema, dan juga tokoh-tokohnya yang dilihat dari
pendekatan Psikologi Sastra masuk akal tanpa adanya sesuatu yang dibuat
berlebihan sehingga dapat dikatakan bahwa watak tokoh-tokoh tersebut secara
memiliki kebenaran psikologis. Hal ini terdapat pada semua cerita-cerita yang
ada pada Rectoverso.